Jl. Veteran No 1 Pendopo Kab. Serang

layanan[at]serangkab.go.id

(0254) 200-252

Berita / potret sejarah pendidikan banten masa lalu: kota serang pusat pendidikan, gedung sekolah tumbuh subur

potret-sejarah-pendidikan-banten-masa-lalu-kota-serang-pusat-pendidikan-gedung-sekolah-tumbuh-subur

POTRET SEJARAH PENDIDIKAN BANTEN MASA LALU: KOTA SERANG PUSAT PENDIDIKAN, GEDUNG SEKOLAH TUMBUH SUBUR

Selasa, 04 Mei 2021

Admin

3855
Berita Daerah

POTRET SEJARAH PENDIDIKAN BANTEN MASA LALU: KOTA SERANG PUSAT PENDIDIKAN, GEDUNG SEKOLAH TUMBUH SUBUR

 Bangunan cagar budaya berderet di pusat Kota Serang. Bangunan itu saksi dan potret sejarah pendidikan di Banten, yang menempatkan Kota Serang sebagai pusat Pendidikan.

Bangunan kolonial itu kini digunakan sebagai Polres Serang Kota. Juga di seberangnya yang digunakan sebagai Markas Korem 064/Maulana Yusuf Serang.

Sejarah Kota Serang sebagai pusat pendidikan bermula pada dekade 1910. Masa ketika pemerintah kolonial Belanda mendirikan Opleidingen School voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA).

Gedung di Jalan Ahmad Yani, Cipare, Kota Serang itu, kini difungsikan sebagai kantor Polres Serang.

Pendirian OSVIA menjadi catatan penting. Menempatkan Kota Serang sebagai kota pendidikan.

Masa itu, hanya ada enam kota di Indonesia (dulu Hindia Belanda) yang mendirikan OSVIA. Yakni, Bandung, Magelang, Madiun, Blitar, Probolinggo, dan Serang.

“Sebelum berdiri OSVIA di Serang, anak-anak pejabat Banten mengirim anak-anaknya sekolah ini di Bandung,” kata Sejarawan Banten Mufti Ali.

OSVIA hanya satu dari beberapa sekolah di Kota Serang. Masa kolonial, Serang tercatat sebagai kota yang paling banyak berdiri sekolah.

Di antaranya, Europeesche Lagere School (ELS), Sekolah Desa, Hollandsch-Chineesche School (HCS), Hollandsch-Inlandsche School (HIS), Sekolah Katolik Roma, dan Frobel School.

Tak terkecuali, Normaal School. Sekolah khusus guru, yang Gedung sekolahnya kini dijadikan Markas Komando Resort Militer (Korem) 064/Maulana Yusuf Serang.

Banyaknya sekolah itu tidak lepas dari kedudukan Serang sebagai Ibukota Keresidenan Banten. Masa ketika pemerintah kolonial berhasil menundukkan kekuasaan Kesultanan Banten secara penuh.

Masa pemerintahan kolonial, Kota Serangmenjadi satu-satunya tempat yang paling ramai. Dokumen yang tertuang dalam buku Banten dan Pembaratan: Sejarah Sekolah 1833-1942 Mufti Ali menyebut, lebih dari 200 orang Eropa dan ratusan orang Tionghoa.

Belum lagi, orang-orang perantau dari Arab dan bangsa timur Asia lainnya. “Orang-orang Eropa itu umumnya para pejabat tinggi,” ungkapnya.

Kota Serang juga berstatus sebagai ibukota afdeeling Serang atau wilayah administratif setingkat Kabupaten.

 

Karenanya, banyak juga tinggal keluarga pejabat pribumi. Mulai dari bupati, patih, jaksa, wedana, penghulu kepala, mantri guru, juru tulis, mantri polisi, hingga penilik.

Jauh sebelum OSVIA berdiri, Mufti memotret keberadaan sekolah khusus bangsa Eropa. Keberadaan sekolah itu tidak lepas adanya komite sekolah.

Dari penggalian arsip di Belanda, Mufti menemukan besluit atau surat keputusan pergantian anggota komisi sekolah yang ditandatangani gubernur jenderal, tertanggal 18 Desember 1869.

ELS tercatat sebagai sekolah tertua di Banten. Anak-anak pribumi tidak diizinkan masuk sekolah itu. Bahkan di era 1900, ketika kebijakan politik etis diberlakukan Belanda, sekira 63 siswa yang tercatat, tidak ada satu pun warga pribumi.

Anak-anak pribumi baru masuk pada 1925. Puncaknya pada 1934, di mana 60 persen siswanya berasal dari pribumi.

“Meningkatnya pendaftaran dari siswa bumi putra menjadi warna tersendiri bagi sekolah ini,” kata Mufti.

Tidak hanya Serang, ELS di Banten juga berdiri di Rangkasbitung dan Tangerang.

Peneliti Banten Heritage Dadan Sujana menyebut, tumbuh suburnya sekolah di Kota Serang tak lepas dari masa perpindahan pusat kekuasaan dari Banten Lama ke Serang.

Serang yang semula ladang persawahan dijadikan pusat kekuasaan pada masa kepemimpinan Daendels.

“Kolonial harus bikin Kota Serang ini baru dan menghapuskan jejak kesultanan,” katanya.

Sebelum diberlakukannya politik etis, sekolah-sekolah kolonial sudah berdiri. Hanya saja, berlaku sangat diskriminatif. Sekolah dikategorikan sesuai dengan asal usulnya, ras, dan bangsa.

“Makanya, ada ELS khusus Belanda, HCS untuk orang China, dan lainnya,” kata Dadan.

Banyaknya sekolah di Serang dinilai Dadan sebagai cikal bakal Serang sebagai kota pendidikan. Fakta sejarah itu bisa menjadi fondasi merumuskan kembali wajah pendidikan di Ibukota Banten.

Menurutnya, ada contoh orang seperti Husein Djajaningrat yang dinobatkan sebagai doktor pertama pribumi di Hindia Belanda. Juga Maria Ulfah sebagai sarjana hukum perempuan di Indonesia.

“Dengan akses pendidikan yang lebih mudah, mestinya tidak ada lagi anak-anak yang tidak sekolah,” ujar penyunting buku Sejarah OSVIA di Serang itu.

Apalagi, mencerdaskan kehidupan berbangsa menjadi tujuan utama berdirinya republik Indonesia.

“Saya berharap, ke depan tidak ada sekolah yang memungut biaya.Sepenuhnya biaya itu ditanggung oleh negara. Naif jika kita menyebut sebagai bangsa merdeka, tapi ada orangtua tidak menyekolahkan anak karena biaya,” ujarnya.***.

Berita Terkait

logo serangkab

Pemerintah

Kabupaten Serang

Ikuti Kami

Kontak Kami

Alamat

© 2022 Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian dan Statistik Kabupaten Serang. All Rights Reserved.